Interaksi obat dan reseptor merupakan salah satu
bahasan dalam farmakodinamika. Secara umum ada dua jenis mekanisme kerja obat,
yakni mekanisme aksi spesifik (khas) dan non-spesifik. Contoh mekanisme obat
non spesifik adalah aksi yang ditimbulkan oleh Al(OH)3 dan Mg(OH)2.
Selain memberikan efek pada lambung yakni dengan menurunkan asam lambung dengan
cara mengikat HCl sehingga terbentuk AlCl3 dan MgCl2.
Mekanisme aksi senyawa tersebut dikatakan tidak spesifik karena mekanisme
terhadap asam yang ditimbulkan tidak hanya dapat terjadi di manapun termasuk di
luar tubuh. Sedangkan mekanisme aksispesifik adalah mekanisme dimana Obat akan menimbulkan
efek apabila bekerja pada molekul protein spesifik berupa
reseptor dapat menstimulasi aksi
fisiologi tubuh tertentu. Mekanisme aksi ini dapat
dicontohkan misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1 yang selanjutnya akan memberikan efek diuretic.
Pada tugas ini akan dibahas mengenai mekanisme obat
yang speseifik yakni interaksi obat dan reseptor. Perlu kita ketahui bahwa
reseptor merupakan Suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung
mampu berikatan dengan ligan untuk
memicu signaling kimia antar maupun dalam sel sehingga menimbulkan efek
menimbulkan efek. Ada beberapa fungsi reseptor dalam tubuh, yakni diantaranya :
Sedangkan yang dimaksud dengan ligan adalah molekul
spesifik yang mampu berikatan dengan reseptor untuk dapat memberikan efek
tertentu. Ada beberapa senyawa maupun molekul baik yang berupa senyawa endogen
maupun eksogen yang dapat bertindak sebagai ligan, yakni antara lain :
· Hormones :
senyawa yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin dan disekresikan melalui
peredaran darah menuju sel target yang jauh (contoh : insulin, andogen)
· Autokrin : hormon
yang beraksi lokal (contoh : prostaglandin)
· Neurotransmitter :
senyawa yang dilepaskan oleh ujung saraf sebagi respon dari depolarisasi
(contoh : asetilkolin)
· Sitokin :
merupakan ligan yang diproduksi oleh
sel-sel pada sistem imunitas. Targetnya bisa jauh atau dekat (contoh :
interferons, interleukins)
· Membrane-bound ligands : terdapat pada permukaan sel, mengikat pada
reseptor komplementer sel yang lain sehingga menjembatani interaksi antar sel
· Obat /bahan kimia :
merupakan senyawa yang dipaparkan dari luar. dengan tujuan untuk memberikan
efek tertentu bagi tubuh.
Obat yang dapat bereaksi dan membentuk kompleks ikatan
dengan reseptor selanjutnya akan menimbulkan efek fisiologis melalui beberapa tipe
mekanisme antara lain (1) pengendalian
penutupan dan pembukaan ion channels, (2) memicu rangkaian proses
biokimiawi terkait protein-G, (3) menstimulasi kinase dan (4) mempengaruhi
pengaturan transkripsi pada sintesis protein dalam sel.
Mekanisme
pengendalian chanel ion.
Reseptor yang terkait dengan mekanisme pengaturan ion disebut juga
ionotropicresepto. Contoh ionotropic reseptor diantaranya adalah reseptor GABA
yang terkait dengan pengaturan ion Cl-, dan reseptor N yang terkait dengan
pengendalian chanel ion Na+. Kompleks yang terbentuk dari ligan dan reseptor
GABA akan mempengaruhi lamanya waktu pembukaan chanel ion Cl-, sehingga
nantinya akan mempengaruhi banyaknya konsentrasi ion Cl-.
Reseptor
yang terkat dengan protein G.
resepor yang memiliki mekanisme kerja seperti ini dikenal dengan sebagai
reseptor metabotropok, contonya adalah reseptor alpha, dan reseptor beta. Contoh, apabila terjadi
stimulasi pada reseptor alpha, maka akan mengaktivasi osfolipase untuk
menghasilkan inosit triphosphat yang akan menimbukan pelepasan ion Ca2+ sehingga memicu terjadinya
kontraksi otot polos.
Reseptor yang cara kerjanya
terkait dengan kinase (kinase linked receptor). Kompleks
yang terbentuk antara ligan dan resetor ini akan menstimulasi mengaktivasi enzim
kinase karena sisi intraselular merupakan enzim sitoplasmik (berupa protein
tyrosine kinase). Beberapa contoh reseptor dengan mekanisme kerja seperti
ini antara lain insulin, interferon, PDGF (platelet derived growth factor),
dan EGF (epidermal growth factor.
reseptor
nuklear atau intracellular merupakan cytosolic receptor sebagai
sasaran (tempat aksi) zat atau obat yang bersifat lipofilik. Translasi RNA ke dalam protein
dikendalikan oleh seperangkat molekul lain yang dikenal sebagai regulator atau
faktor transkripsi (transcription regulators or factors). Contoh obat
dengan mekanisme ini adalah hormon steroida . Hormone ini mudah masuk ke dalam
sel yang kemudian menstimuli regulataor atau faktor transkripsi ini di dalam
sitoplasma atau nukleus. Dengan demikian zat atau obat ini dapat menimbulkan
efek pada sintesis protein tertentu yang sintesisnya disandi oleh gena tertentu
yang terkode di dalam DNA, misalnya efek anabolik dari steroida tertentu
seperti nandrolon.
Interaksi Reseptor Dan Obat Beta Blocker
Satu contoh obat yang akan dijelaskan dengan rinci
mengenai interaksinya dengan reseptor hingga menimbulkan aksi dan member efek
terapetik adalah bisoprolol. Bisoprolol merupakan obat anti hipertensi golongan
beta blocker. Obat-obat golongan beta blocker sering juga
disebut beta-adrenergic
blocking agents. Sesuai namanya ini akan bekerja pada reseptor beta, dan akan menimbulkan efek melalui mekanisme
reseptor yang terikat protein-G.
Reseptor beta merupakan jenis reseptor adrenergik yang bersifat peka
terhadap isoprenalin. Reseptor ini dibedakan menjadi reseptor beta-1 dan
beta-2. Reseptor beta-1 terdapat di jantung, mata, dan
ginjal-ginjal. Sedangkan reseptor Beta-2 ditemukan dalam paru-paru, saluran
pencernaan, hati, kandungan (uterus), pembuluh-pembuluh darah, dan otot
kerangka. Reseptor beta
juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer
akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system
saraf simpatis.
Beta-2 berfungsi sebagai bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak. Beta-1
memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung (efek
inotrop dan kronotrop). Sedangkan stimulasi reseptor beta‐1
pada nodus sino‐atrial
dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi jantung. Pada
ginjal, stimulasi reseptor beta-1 menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan
aktivitas system renninangiotensin‐aldosteron.
Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan
perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.
Pada penderita hipertensi, penurunan tekanan darah dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obatan golongan beta blocker yang mekanisme kerjanya
antagonis dngan mekanisme kerja reseptor beta. Obat-obat golongan beta blocker
akan berikatan dengan reseptor beta-1, dan memberi hambatan pada reseptor
tersebut sehingga yang terjadi adalah sebaliknya. Beta blocker Menghambat secara kompetitif
adrenergik NE dan Epi (eksogen dan endogen) pada adrenosptor beta, kontraksi dan denyut jantng menurun dan terjadi
penurunan takanan darah.
Obat- obat golongan Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat
dalam air atau lipid. Golongan yang larut lipid Semuanya
diabsorbsi dengan baik disaluran cerna, tetapi memiliki bioavailabilitas
rendah(>50%). Sehingga biasanya
harus diberikan beberapa kali dalam sehari . Eliminasinya
melalui metabolisme di hati dan diekresikan di gnijal dalam jumlah yang sedikit (10%). Sedangkan yang larut air tidak
mengalami metabolism sehingg seluruhnya dieksresi utuk melalui ginjal. biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama
sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Bisoprolol merupakan golongan beta blocker yang memiliki kelarutan di
antara keduanya, sehingga di absorbsi baik disaluran cerna dan eliminasi melalui hati dan ginjal.
Refrensi : Beth Gormer, 2007, terj. Diana Lyrawati, 2008